H.B. Jassin

                 Wali Penjaga Sastra Indonesia
                  Dunia sastra Indonesia patut bersyukur memiliki Hans Bague
                 Jassin. Selama puluhan tahun, Jassin menghabiskan waktunya
                 demi perkembangan sastra, sehingga dikenal sebagai kritisi sastra
                 terkemuka sekaligus dokumentator sastra terlengkap.

                 Lelaki sederhana kelahiran Gorontalo, 31 Juli 1917, ini memang
                 otodidak sejati. Teknik mengarang dan memahami posisi sudah
                 dipelajarinya sejak masih duduk di HIS (SD). Jassin mulai tampil
                 pada 1940 ketika menjadi redaktur Balai Pustaka dan juga sebagai
                 penulis cerpen dan sajak. Tak lama kemudian ia beralih ke bidang
                 kritik serta dokumentasi sastra. Adalah Armijn Pane yang
                 mengajarinya membuat timbangan buku dengan lebih baik.

                 Di bidang penerbitan, Jassin yang menguasai empat bahasa asing
                 ini pernah menjadi redaktur di majalah Poedjangga Baroe, Balai
                 Pustaka, Pandji Poestaka, Mimbar Indonesia, Zenith, sampai
                 Horison. Saat menjadi redaktur inilah ia mencatat secara teliti
                 perkembangan dari para pengirim naskah, sehingga sampai saat
                 ini ia adalah kritisi sastra yang paling tahu perkembangan setiap
                 sastrawan Indonesia. Saat mengasuh Mimbar Indonesia, ia
                 sempat ditahan dan terseret ke pengadilan.Pasalnya, ia memuat
                 cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Pandjikusmin, yang isinya
                 dianggap menghina Nabi Muhammad. Namun, ia divonis bebas
                 karena kesaksian Buya Hamka ketika itu.

                 Karya besarnya sebagai kritisi adalah buku Kesusasteraan
                 Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai yang ditulisnya di tahun
                 1967. Ia juga pernah menulis tafsir Alquran dalam buku Qur'an
                 Bacaan Mulia.

                 Kritik sastranya bersifat edukatif dan apresiatif serta lebih
                 mementingkan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah
                 sastra. Dokumentasi karya sastra pribadinya adalah yang
                 terlengkap di Indonesia dan kini tersimpan di Pusat Dokumentasi
                 Sastra H.B. Jassin di TIM, Jakarta. Tak mengherankan, dengan
                 kepakarannya, Jassin dijuluki "Wali Penjaga Sastra Indonesia"
                 oleh Prof. A.A. Teeuw dan "Paus Sastra Indonesia" oleh Gayus
                 Siagian.
 


Ke Ensiklopedia Sastera